Senin, 13 Juni 2016

Sandi Uno Calon Gubernur DKI melihat pola kenaikan Harga Pangan, Operasi Pasar saja Tidak Cukup.



Gejolak harga daging sapi masih terjadi di pasar. Harga daging sapi masih belum beranjak dari harga tertingginya Rp 120.000 per kilogram (kg) sejak beberapa pekan lalu.

Usaha pemerintah dengan melakukan impor daging sapi beku dan operasi pasar di berbagai daerah juga belum membuahkan hasil. Selain itu yang perlu dilakukan adalah memastikan ketersediaan pasokan daging sapi aman saat puasa hingga Lebaran sehingga tidak membuat lonjakan harga di pasar.

SANDI UNO

"Kalau daging kan pemerintah telah melakukan operasi pasar besar-besaran. Memang bagus untuk menekan harga dan ini ditunggu sama warga dan ini nggak cukup selama puasa saja, harus berkelanjutan. Harus dibarengi dengan saat yang sama mengidentifikasi akar permasalahannya itu apa. Karena selama ini yang belum terselesaikan itu permasalahan pasokan di Indonesia," jelas kata Politikus Muda Indonesia, Sandiaga Uno saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Minggu (12/6/2016).

Menurut Calon Gubernur DKI Jakarta ini, pemerintah perlu bekerja sama dengan mengimpor sapi bakalan dari beberapa negara produsen untuk kemudian digemukkan pada perusahaan feedloter (penggemukan sapi) di Indonesia.

Hal ini, lanjut Sandi, dinilai ampuh untuk menekan gejolak harga sapi di pasar.

"Indonesia nggak memiliki daya saing untuk memproduksi sapi bakalan, tapi untuk penggemukan kita bagus. Jadi gini aja kita kerja sama dengan sesama produsen sapi bakalan seperti Australia, Brasil mengirim sapi bakalan digemukkan di sini karena nilai tambahnya besar banget di sini," katanya.

Selain itu, lanjut Sandi, para pejabat daerah seperti Gubernur dan Bupati juga harus mengetahui kebutuhan daging sapi di daerah mereka masing-masing, sehingga tidak ada celah masuk bagi para spekulan yang ingin memainkan harga. Beberapa langkah ini dijamin dapat menekan harga daging sapi di bawah Rp 100.000 per kilogram (kg) untuk setahun ke depan.

"Bisa banget, perlu jangka waktu yang panjang untuk ini mungkin satu tahun ke depan kita fokus di pengamanan pasokan dan feedloternya juga. Terus kedua adalah distribusinya diperpendek supaya nggak terlalu banyak. Dari feedloter ke pedagang pasar atau bisa pakai teknologi yang bisa dipakai supaya daging-daging segar itu bisa ke konsumen," tutupnya.

Jawab Keheran Mentan soal Konsumsi Warga Naik saat Puasa

Sandi menilai melonjaknya permintaan produk pangan saat puasa karena angka belanja masyarakat meningkat untuk membeli persediaan makanan. Hasrat masyarakat untuk membelanjakan uangnya secara berlebihan juga diikuti dengan perilaku pedagang yang meningkatkan jumlah pasokan di tokonya.

"Kita lihat dari tahun ke tahun biasanya peningkatan 20%. Problemnya itu karena ada peningkatan kebutuhan sampai 20% rata-rata konsumen itu menyetok berlebih. Karena mereka menyetok berlebih, supplier menyetoknya berlebih juga, jadi ada multiplier effect," tambahnya.

Selain itu tingginya konsumsi masyarakat saat puasa juga dilatarbelakangi oleh membludaknya acara berbuka puasa bersama di setiap daerah. Tuan rumah juga cenderung mempersiapkan makanan melebihi jumlah tamu yang datang sehingga menyebabkan banyak makanan yang terbuang sia-sia.

"Karena psikologis kan dia puasa terus dia mengundang orang berbuka puasa secara kumpul keluarga terus mereka antisipasi kalau puasa konsumsinya banyak, tapi banyak sekali yang terbuang jadi mubazir. Aku melihat di banyak acara buka puasa makanannya nggak abis, yang yatim piatu nggak mendapat makanan sementara yang ini dibuang-buang," kata Sandi Uno.

Sandi juga menambahkan bahwa bukan hanya pedagang saja yang perlu dipastikan ketersediaan pangannya, perilaku konsumen juga harus dibenahi agar tidak perlu konsumtif dalam membeli makanan saat puasa.

"Jadi yang harus diingatkan bukan hanya supplier untuk memastikan pasokan, tapi juga konsumennya juga nggak perlu berlebihan," imbuhnya Calon Gubernur DKI 2017.
#PilihYangBaik #TuntasIkhlas #CalonGubernurDKI #PolitikusMudaIndonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar